Ilustrasi/google |
"Ketika berjalan dengannya, nonton TV, perjalanan di mobil, itu semua tanpa adanya sepatah kata. Diam-diaman tanpa bicara apapun. Disaat itulah hatiku merasa orgasme. Ini bukanlah lagi kebutuhan seksual, melainkan hatiku rasanya lebih orgasme dari pada berhubungan seksual, entah apa namanya perasaan semacam ini, rasanya ingin teriak 'aaaarrrghhhhh' karena mendapatkan kepuasan itu"
Kalimat itulah yang kau ucapkan didepanku. Sungguh teriris-iris sangat
hati ini mendengarnya. Melihat matamu, ah aku juga ingin teriak 'aaarrggh'
seperti katamu. Disana ada dua mata lentik dan bulat terlalu indah untuk porsi
seorang pria. Aku berkaca dimatamu tanpa kau sadari, aku menjadi lebih indah
disana. Hey bola matamu itu ciptaan Tuhan bukan? Sungguh kau sangat beruntung
memilikinya. Akupun yang diciptakan sebagai seorang wanita dan seharusnya
memiliki bola indah itu tidak ada pada diriku.
Sungguh bola matamu berbicara kepadaku. Ia berkata bahwa ia sangat
mencintai wanita yang sedang menunggu ia pulang. Aku tahu itu, wanita aduhai
anggunnya dan sikapnya sungguh benar-benar membuatmu orgasme sekalipun ia
terdiam. Persaanku dalam begitu seperti halnya wanita yang sedang berbicara
denganmu diujung telephone.
Ouh dua orang wanita cantik dengan karakter berbeda yang mengharapkan
bola indah mu itu. Tidak mungkin dibagi menjadi dua, tidak akan mungkin lagi
dua pasang bola mata yang indah harus terpisah sehingga kehilangan
keindahannya. Sungguh aku hanya memerhatikan sepasang mata indahmu itu di kala
senja. Keindahan yang tidak ada tandingannya. Kau ini keterlaluan bisa-bisanya
memiliki mata indah itu yang membuat wanita terjebak di labirin matamu sehingga
sulit untuk keluar. Aku tersesat disana, dimanakah jalan keluarnya? Bisakah kau
menunjukkan pintu keluarnya? Kau bilang, menunjukkan pintu itu tidak seperti
melepas busur panah, begitu cepat. Tidak, kau akan perlahan menunjukkannya. Itu
menyiksa. Apapun itu menyiksa. Apapun caramu sungguh itu menyiksa. Sungguh aku
sudah terjebak kurasa tidak ada lagi pintu keluar dari mata labirinmu.
Akan ku tunggu bola mata indahmu itu meredup untukku sampai aku tidak
mampu menerangi lagi. Disaat itu aku akan pergi menuju labirin mata seseorang
dimana aku benar-benar tidak akan keluar dari tempat itu. Namun sayang, aku
tidak merencanakan itu, sungguh aku hanya ingin berhenti disini. Dimatamu.
Yaaah bola mata indahmu itu.(Ninda Prabawati)
Edisi: Curhatan Fiksi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar