Sabtu, 21 Maret 2015

Kau Bercerita Tentang Gautama...



 
Gautama Buddha

“Aku ingin Sakti muncul, paling tidak dalam imajinasimu”

Selalu saja rutin menyebutkan kalimat itu, tapi itu dulu. Kau bilang jangan
cemburu perihal Sakti karena sesungguhnya Sakti milik wanitamu dulu dan akhirnya dikembalikan lagi kepadamu. Itu terjadi 13-14 tahun silam. Begitu kan? Siapa Sakti itu? Bagaimana wujudnya? Kau bilang aku harus menjaga Sakti, hanya nama saja yang ku jaga, aku tidak tahu apa itu. Tapi bagimu Sakti itu jiwa, entah jiwa siapa karena Sakti saja sudah mengandung arti kekuatan. Aku tidak bisa menyimpulkan apa-apa.

Sakti itu jiwa yang sedang terlelap dalam ketenangan yang suatu saat akan diminta oleh kakek RM. Kau bilang Sakti hidup di alamnya tetapi kau pernah melihatnya namun rasanya berat. Kau ini sedang berkhayal atau bagaimana? Suatu hari kau membeli sweater dan kau titipkan ke wanita itu, beberapa hari kemudian wanita itu mencium aroma tubuhmu padahal kau tidak memegangnya sama sekali. Katamu bisa jadi itu semacam sugesti karena pernah kau mengalami itu. Sekitar 4 hari yang lalu setelah kau menceritakan hal itu, kau mencium aroma tubuhku, tercium jelas walau hanya beberapa detik. Saat itulah aku hadir padamu entah dalam wujud apa, biasanya itu waktu ketika aku sedang merindukanmu.

Kau katakan bahwa manusia terdiri dari dua unsur, badan dan ruh (sukma). Badan mempunyai keterbatasan namun sukma seperti gelombang cahaya seperti dalam puisiku tempo lalu yang ku kirimkan kepadamu. Sukma bisa menyatu dengan alam atau apapun itu biasanya dipicu oleh empati yang sangat kuat. Rasa rinduku adalah empati yang dahsyat, semakin kuat rinduku kepada seseorang, orang itu seperti terserap dan ikut limbung dan gelisah tanpa tahu penyebabnya.

Bagi agama Budha, tingkatan manusia terdiri dari 3 hal, yaitu Kamadhatu, Rupadhatu, Arupadhatu. Kamadhatu adalah cinta fisik, berhubungan badan. Rupadhatu adalah cinta kemanusiaan, telah muncul kesadaran budi nurani manusia tujuannya menciptakan harmonisasi manusia dengan alam. Arupadhatu adalah tingkatan cinta mistik, yaitu cinta kepada Tuhan, cinta kepada cinta itu sendiri. Lalu mana yang ada pada dirimu? Tidak ada yang salah, itu semua adalah tatra menuju kebenaran dan ketiga tingkatan itu tidak dibayangkan sebagai anak tangga yang lurus, itu seperti sirkular. Bisa jadi Arupadhatu manusia bertemu dengan bimasucinya, tetapi bisa saja Kamadhatu yang bertemu.

“Emangnya Gautama menemukan kebenaran dari seorang Pendeta? Tidak. Dia justru menemukan kebenaran dari seorang wanita bernama Maya. Dia guru seks terhebat. Kepada dialah Gautama belajar cinta. Terus kau ingin tahu bagaimana Islam mengajarkan cinta? Agak rumit, karena agama samawi tersembunyi urusan cinta, namun bisa kita pelajari dari syair-syair tasawuf.” Pesan singkat yang kau kirimkan kepadaku.

Aku pun belum begitu memahami hal itu, tetapi aku bisa mengambil kesimpulan bahwa kau ingin mengajariku arti cinta yang sesungguhnya. Kau bilang puisiku tentang cahaya itu salah satu puisi hebat tapi itu menurutmu, alasanmu karena puisi itu merujuk langsung dari firman Allah. Kau pernah membaca buku Anand Krisnha tahun 2001 lalu, disitu terdapat tingkatan cinta yang kau interpretasikan atas relief candi Borobudur, tentu saja kau pakai Tantrayana sebagai analisisnya tetapi Tantrayana itu pro-kontra, ada yang bilang vulgar dan tidak. Aku tidak memahami itu, menyedihkan.
“Sudah berapa laki-laki yang bilang kau cantik? Cantik itu bahasa jawanya rahayu/rahajeng, rahayu berarti selamat, jadi cantik itu menyelamatkan. Menyelamatkan martabat keluarga dan suami. Catat ya” Pesan singkatmu lagi yang sedikit memujiku.

Lalu bagaimana dengan Sakti? Apakah Sakti juga termasuk dalam tingkatan cinta menurut agama Budha itu? Kau suka menjelaskan sesuatu dengan secara terpisah sehingga membinggungkanku. Baiklah akan ku coba pahami itu tetapi kau harus berjanji untuk menjelaskan lebih detail lagi kepadaku. Ini bukanlah lagi soal cinta. Aku belum begitu paham arti cinta menurutmu. Kau begitu pintar berkata-kata bukan berarti kau merayu tetapi itulah sifat aslimu, wanita mana yang tidak terpesona dengan pintarmu berucap. Kau terlihat cerdas dan luas pengetahuan. Sudah berapa wanita yang kau ceritakan tentang dongeng-dongengmu? Seperti terhipnotis dan terlelap tidur oleh sihir dari dongengmu. Sungguh dongengmu itu mengandung sihir yang melemahkan.(Ninda Prabawati)

Tidak ada komentar: